Rabu, 11 Februari 2009

Cahaya Cinta Ilahi



www.duniasastra.com


Cinta Ilahi bagaikan buah karunia, yang bermaniskan rahmat dari surga dan menjadi sebuah air keberkahan bagi jiwa.

Ketika langit menunjuk denyut nadi, mentakdirkan dan menuntunkan jejak langkahnya pada Cinta,

maka lembaran Cinta yang terlahir dan tergerai darinya akan tulus dan suci ; bagai kain putih tak ternoda.

Lembaran itu akan membalut luka hati hingga membawa duka pada kebahagiaan.

Kain Cinta yang berhiaskan corak angan dan nafsu; adalah kain cinta yang bersumber dari bumi.

Serat kain seperti itu akan mudah lusuh dan memudar warnanya, apabila keindahan kain yang dibayangkan tidak sesuai dengan harap dan kenyataan.

Cahaya Cintaku yang menerangi dirinya, tidak bersumber dari sumbu bumi; bukan pula dari matahari.

Ia bersinar dengan kilau kebenaran surga, wujudnya kan menghias abadi dikedalaman jiwa.

Surgalah yang meraih dan menuntun tanganku untuk terbang bersama sayap-sayap cinta.

Biarpun panah cinta melesat kencang melukai sayapku. Ia pulalah yang nanti membalut lukaku.

Bagaimana mungkin aku akan melepaskan diri dari balutan kasihnya ,

sedang Cinta telah menunjuk dan mengilhamkan cahaya kasihnya untukku

Hartono Benny Hidayat In Elaboration

Bab 3 Untaian Cinta tanpa syarat

Bab 3

www.duniasastra.com

Begitu banyak pergantian musim telah dilewati Satria, namun tanpa kehadiran Cinta; daun-daun harapannya helai demi helai jatuh berguguran, kuncup kebahagiaan tak lagi mau merekah, sebab cahaya kehidupannya telah lama tertutup mendung.

Cinta adalah buah perwujudan perasaan kasih yang tak mungkin dapat disembunyikan dari pohon induknya. Bagaikan musim semi, bunga-bunga cinta itu semakin merekah memenuhi taman-taman hati.



Siapakah yang yang dapat menyembunyikan rasa cinta dari hati seolah tak ada apa-apa yang terjadi pada dirinya selain ungkapan rindu ingin berjumpa?.



Seorang penyair akan menyatakan cintanya pada dunia. Dalam ketulusan jiwa ia rela terluka ataupun berkalang tanah untuk memuji dan membela kekasih hati dari orang-orang yang mencelanya. Kerumunan orang yang tak sengaja mendengarkan senandung rintihan hati sang penyair, akan ikut menangis bersama , seakan ikut menyelami palung kepedihan sang penyair yang cintanya terpasung dalam samudera keputusasaan.



Hubungan penyair dengan perempuan yang dikasihi terkadang membawa bara api perselisihan dan pertengkaran dengan keluarga kekasihnya. Mendapat luka akibat tertusuk panah beracun bisa dicari obat penawarnya, namun bila luka itu menanggung racun malu dan aib hendak kemana obat dicari; sejak saat itu laksana tubuh yang terpenjara kedua pecinta tak lagi leluasa untuk saling bersua, banyak mata telah mengawasinya dan kini si gadis telah terkurung rapat dalam sangkar emasnya .



Disaat kekuatan cinta telah memenjarakan hati, dan jarak telah memisahkan keduanya , ditempat kesunyian jiwa seperti itulah, akal dan perasaan yang berwujud bahasa hati; akan berbicara dengan hati lainnya.



Malam nan pekat boleh saja menyembunyikan pepohonan dan bunga ,

namun kegelapan tidak akan menyembunyikan dirinya dari jiwaku

Tiara boleh saja dikurung dalam sangkar emasnya,

Namun ku kan selalu menemani mimpi-mimpi dan keterjagaannya

ditiap pergantian malam

Diruang istana, Tiara- sang putri raja masih saja merenung , ia terus-menerus memikirkan hikmah dibalik semua perjumpaan serta mimpi-mimpinya, jemari kerinduan telah menggadaikan hati dan jiwanya, raganya telah teracuni madu cinta, sehingga wajahnya yang putih kini memucat pasi dan cahaya matanya-pun perlahan meredup laksana kegelisahan bulan dikala malam serta laksana kesedihan matahari diwaktu siang , sambil bersyair ia menuliskan suara hatinya pada secarik kertas.

“Wahai Pencuri hati, datanglah padaku ! ,

Tidakkah kau dengar rintih kerinduanku dikala malam?

Sampai kapan meski kutanggung derita ini,

Memanggul beban dunia - saat letih memanggil, masih bisa kubesandar,

Namun bila beban itu beban bathiniyah, meski kemana aku menyandar ?”

“Duhai kekasih , merindumu membuatku laksana kapal yang kehilangan arah, tenggelam dalam gelombang pusara Cinta, kini kekuatan kemudiku menjadi goyah, pandanganku menjadi kabur dan pendengaranku menjadi lemah.”….“Apabila engkau menganggap cinta itu pembebas, katakanlah padaku, dimanakah aku bisa dapatkan cinta seperti itu?”

“Kini hatiku tertawan oleh jaring-jaring cinta yang kau tebarkan kedalam hatiku, perlahan dan pasti engkau menghujam hatiku dengan busur panah cintamu- dengan itu semua ; tanpa memberikan obat atas luka-luka ku itu, kemudian engkau menghilangkan diri.”

“Bila air sungai kelak bermuara kelautan, sedang jiwaku hendak kemana ia berlabuh?

Oh, betapa pahitnya derita yang kini kutanggung !, sudikah kiranya engkau memikul beban derita ini bersama ? “

Begitulah adanya sebuah gambaran penderitaan Cinta dan bukanlah sebuah pasangan jiwa, jika sang pemuda tidak merasakan penderitaan yang sama seperti yang dialami oleh belahan hatinya, Ia pun berprilaku sama seperti yang dilakukan sang terkasih.

Sering pula ia berbicara pada bunga-bunga ditaman atau berlari menuju puncak berbukitan, sambil membicarakan perihal ratapan dan kesedihan hatinya terhadap sang pujaan. Berbagai tingkah aneh tersebut seakan mencerminkan -tidak adanya seorang manusiapun yang peduli terhadap permasalahannya .

Dunia dimana ia bernaung seakan menjadi sesuatu yang asing baginya, kini kehidupannya menjadi tak teratur, penuh nelangsa tanpa seseorangpun yang peduli terhadapnya. Badannya tampak kurus dan bajau dan rambutnya tampak kumal laksana dedaunan termakan ulat-ulat kesedihan.

Namun demikian, cinta yang merasukinya telah memberinya kekuatan untuk menghadapi segala cobaan dan musibah yang bertubi menghampirinya.

Tiada hari yang berlalu dari kehidupannya yang nelangsa selain lamunan indah tentang kekasih, tidak pula ada waktu yang dihabiskan selain menuliskan syair-syair yang berisi ratap kesedihan maupun pujian .

Airmata keputusasaan jatuh berderai dari pipinya seakan-akan hendak berbicara dengan hati lainnya, laksana sebuah genangan air yang menjadi kaca pemantul bagi kebahagian dan juga penderitaan hatinya.

“Duhai cinta”, katanya ….”Dalam ketersendirianku yang mencekam, laksana langit yang tak pernah mengenal bintang -gemintang, aku terkurung sepi dalam kehampaan. Sejak dirimu hadir dalam mimpi-mimpi malamku , jiwaku terguncang dengan hebatnya, seakan akal sehat ku telah hilang akibat memikirkan dirimu. Engkaulah keindahan yang telah membuatku selalu terjaga, sentuhan jemari kerinduanmu yang berapi -telah membangkitkan dan membuat jiwaku terbakar dalam tungku bara api keabadian“.

.“Duhai Tiara!….Demi cintaku padamu aku rela dianggap gila, demi berjumpa denganmu aku rela menyusuri bebukitan, menerjang badai dan menahan petaka.” …”Tak pernah aku merasa letih dalam harap, dan tak pernah aku merasa jemu menggubah syair-syair keriduanku untukmu ”

“ Ketika jaring-jaring cinta menyulam ruang hati, menembus bilik keberadaan,

membuncah kesunyian, menghenyak keheningan, menggetar lautan,

terjaga Sang jiwa dalam titian siang dan malam”

“ Disaat panah-panah cinta datang menyambut,

Aku relakan hati ini berdarah, Ku relakan hati ini terluka,

Aku binasa, Maka kematianku adalah suka-cita, Tangisku adalah mata air dahaga.



Bulan begitu cantik dalam naungan bintang-bintang, langit tampak begitu cerah; secerah hati kedua pecinta. Sebuah keindahan malam yang mengilhami Satria untuk menemui Tiara. Sembari melantunkan syair Satria berjalan menyusuri jalan kampung yang berliku menerabas hutan dan mengarungi sungai. Apapun rintangan yang menghadang, dengan sukarela ia taklukkan demi berjumpa dengan kekasih hati.

Seakan tidak pernah kehabisan akal, sang pecinta selalu saja mendapatkan jalan untuk bisa bersua untuk sang kekasih pujaan hati, meskipun didepannya menghadang berbagai aral serta rintangan , apalah daya tabir dan penjaga yang bersenjata serta tembok nan tinggi lagi kokoh, semua pastilah kan menjadi sia-sia belaka. Laksana pasir atau debu yang terbang berserak tertiup angin, semua pembatas-pembatas tersebut menjadi luruh tak berdaya seiring dengan bangkitnya rasa cinta yang hangat dari dalam kalbu kedua pecinta.

Satriapun berjalan menyusuri kegelapan dengan keyakinan dan semangat yang tinggi seolah ada sepasang sayap yang menghantarnya pada sang terkasih.

Setelah sampai didekat alun-alun istana, Satria memperlambat langkahnya terlihat beberapa pengawal sedang berkeliling menjaga tiap sudut bangunan istana. Sambil mengendap-endap, ia menyusup memasuki sebuah taman- yang tepat berada didepan kamar sang Putri. Diatas balkon istana Sang Putri terlihat menunggu dalam kegelisahan, tampak rambut panjangnya terurai diterpai semilir angin dan terlihat pula sepasang matanya yang indah berkaca-kaca dalam keharuan,…

“ Duhai betapa cantiknya ia” , bisik hati kecil Satria. Bulir airmata keharuan tampak menitik dari kelopak mata Sang dewi , seakan hendak berkata agar malam ini menjadi malam yang abadi, sebuah malam pertemuan yang tak berpisah untuk selamanya. Tak rela bila kekasihnya menangis, kemudian Satria bersyair untuk menenteramkan hati sang terkasih :

Duhai bulan dan bintang masih adakah senyum dihatimu?

Adakah gerangan nestapa dihatimu kini?…

“Duhai cinta yang terbakar...Bakarlah gelora hati dalam jiwa hingga berabu”...

“ Menangislah jika harus menangis ....Maka tangismu laksana lautan tinta kasih, yang mengisi mata penanya dengan senandung harapan- akan cinta dan anugerah “...

“Tiap usapan tangismu , baginya laksana tarian hati, tarian pena- yang bergerak dengan sendirinya pada secarik kertas keabadian “ ....

Setelah mendengar kata-kata Satria, sambil memalingkan wajah cantiknya- Sang Putri mengusap bulir-bulir airmatanya yang terjatuh, kemudian dengan suara lirih dan penuh keharuan, ia berkata :

“Kudapati Cinta merupakan yang wujud sekaligus ghaib,

Cinta adalah ramuan kesembuhan dan juga kematian” ...

“Bersama ketulusan hati , ia mengangkat , mengeringkan dan menyembuhkannya ,

atau bahkan melukainya kembali”...

Mendengar Tiara mengucapkan rangkaian syair nan menyentuh itu- Satria tersenyum, sambil memberi setangkai bunga mawar pada Tiara , kemudian Satria berkata :

“ Duhai Tiara !, Lihatlah batu ini dan lumut yang menutupinya, lebih baik bagimu menjadi lumut yang tak memiliki langit tuk berteduh , daripada menjadi batu permata yang sejak dari kelahirannya didekap keperkasaan gunung-gunung” .

“Apalah arti keindahan wujud baginya ?, Dan apalah arti kemilau cantik bagi dirinya- bila ia sendiri tak pernah merasakan sentuhan sinar kasih ataupun belaian lembut angin kehidupan “ . “Duhai kekasih hati, jangan pernah takut melangkah, buanglah keraguan diri ; karena dalam wujud cinta, segala macam bentuk keraguan adalah dosa kasihku “.

“ Lihatlah lumut ini dan belajarlah darinya, tidakkah kau lihat bahwa batu dan lumut itu beda, tapi lihatlah ia dengan setianya mendekap sang batu. “ Bagi dirinya mencinta adalah sebentuk pelayanan, mencinta adalah sebuah kebutuhan, mencinta berarti menghidupkan cita dan harapan” .

“ Demi orang yang dicintainya, ia rela terterpa panas dan hujan. Ia menyakini bahwa suatu waktu, sebongkah batu yang keras sekalipun- akan menjadi lunak karena sihir cinta”. “Apapun yang kau dengar tentang Cinta , apapun yang ingin kau katakan tentang wujudnya, ketahuilah bahwa inti Cinta itu sendiri adalah sebuah rahasia yang tak pernah terungkapkan”

CintaNya Chaya Yang Menerangi



http://www.duniasastra.com

Hati yang tercerahkan oleh cahaya Cinta, lebih berharga daripada semua kilau permata di dunia.

Tak ada penyembuh yang lebih baik daripada kehadiran orang yang dikasihi bila seorang pecinta sakit . Dan Tak seorang pun dapat mempercayai suatu perlindungan, betapa pun besarnya, kecuali perlindungan yang diberikan oleh Cinta.

Semua ‘kekuatan ajaib” -ada dan tercipta karena dorongan Cinta.
Betapa seorang induk ayam akan bertarung mati-matian dengan musang demi mempertahankan kelangsungan hidup anaknya.
Betapa ruang waktupun takluk dalam genggaman cinta, pernahkah kau rasakan ketika kekasih berada disisi?. Satu hari berpisah dalam Cinta sama dengan seribu tahun, dan seribu tahun bersama Kekasih terasa hanya sehari. Perjalanan ribuan kaki terasa hanya beberapa kaki, dan beberapa kaki terasa ribuan kaki tanpa kehadiran-Nya..

Dalam kesadaran Cinta. bentuk Cinta yang paling hakiki adalah Cinta kepada-Nya sebagai bentuk total penyerahan diri terhadap Sang Penggenggam Hidup, sedang cinta pada insan dan alam semesta menciptakan keadaan surgawi- apabila berlandaskan Cinta ; menjadi kabut duniawi bila menjelma hasrat nafsu.

Aku tak pernah tahu seberapa kerasnya hati ini, apakah sekeras baja?….bila ya,maka aku akan mengharap api cinta melelehkannya hingga ku dapat membentuk dan menjadikannya kembali dingin. Bila hatiku selembut lilin yang mudah meleleh ketika tersentuh api maka kuyakin dengan sumbu yang ideal,maka kudapat mempertahankan nyalanya hingga habis terbakar……Ataukah hatiku seperti kertas? Menyala dengan cepat lalu menjadi asap sekejap.

Dalam keheningan ini, kuingin kau tahu bahwa Cinta-Nya pada kita laksana bara api yang saling terkait , yang terangnya adalah cahaya atas cahaya. Bila api cinta ini menyala, maka Sang Terkasih akan menerangi jalan dan kegelapanpun lenyap.
Mungkinkah kita dapat mempertahankan api cinta kita, untuk tetap menyatu dalam cahaya keterpisahan-Nya?….

Kala jiwa terbangun dalam keterjagaan malam, Pernahkah jiwa bertanya : “Mengapa tiba-tiba hati ini selembut kapas?!”,….”Sihir macam apakah yang melemahkan kemudaan dari bahu dan mematahkannya hingga hancur berkeping-keping?!”…

Tolaklah kenyataan ini, maka retaklah cermin itu, bukankah merupakan kesia-siaan belaka, seumpama wajah rupawan berkaca pada cermin yang retak ?. Dan Bagiku jiwa yg resah…. dapatkah jiwa memandang diri sebelum memandang orang lain?!…..dan dapatkah kau bangkit dari kematianmu sebelum kau menuju pada kematian yang sesungguhnya?!”…...

Rahasia setiap pencapaian dalam setiap agama dan mistisme adalah Cinta. Konon tanpa Cinta sang pencari akan menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam jalur ini, dan akan selalu gagal untuk memusatkan pikiran mereka pada satu kesadaran.

Laksana “mata ketiga”, pesan telepati yg disampaikan kepada kekasih menghadirkan bunga-bunga Imajinasi, pikiran, mimpi dan visi seorang pecinta, semuanya mengungkapkan segala sesuatu tentang Dia yang dicintainya.

Tetapi cinta memaksa pecinta, menahan visi tentang kekasihnya di depan pandangan-Nya yang tertutup oleh pandangannya. Cintanya sendiri adalah Cermin pemantul bagi bayang yg bercerita tentang diri, ,orang lain serta lingkungan yang dikasihinya.

Dan aku menyadari tiada daya yang lebih besar daripada Cinta. Semua kekuatan muncul ketika cinta bangkit di dalam hati.
Andai mereka tahu bahwa rahasia semua itu berada di dalam Cinta!

Hartono Beny Hidayat

Dalam tangisku ini, Ya Allah, anugerahilah jiwa hambamu ini dengan hangatnya CintaMu,
dan mencintai mereka yang mencintaiMu,
dan mencintai apapun yang mendekatkan aku padaMu,
dan jadikan cintaMu lebih berharga bagiku daripada air segar bagi dahaga.

ibunda

Ibunda



www.duniasastra.com

Ibunda adalah segalanya – ia adalah penghiburan kita dimasa duka,pengharapan kita dimasa sengsara, dan kekuatan kita dimasa lemah.
Ia adalah sumber kasih, belas kasihan, simpati dan pengampunan.Ia yang kehilangan ibundanya kehilangan jiwa murni yang selalu memberkati dan menjagainya.
Segalanya didalam alam mencerminkan sosok ibunda.Matahari adalah ibunda bumi dan memberinya makanan berupa kehangatan; ia tidak pernah meninggalkan alam semesta dimalam hari sebelum menidurkan bumi dengan nyanyian lautan dan kidung burung serta sungai-sungai.

Dan bumi adalah ibunda pepohonan dan bunga-bungaan.Ia menghasilkan mereka, memupuk mereka, dan menyapih mereka.
Pepohonan dan bunga-bungaan menjadi ibunda buah serta benih.Dan Ibunda prototipe segala keberadaan,adalah roh yang kekal, penuh dengan kecantikan serta kasih.
Hartono Beny Hidayat, In Elaboration with KG
1998

Keabadian Cinta


www.duniasastra.com

Bila saatnya nanti waktu kan berubah , musim kan berganti ; yang ada menjadi tiada.

Namun 'kan ada satu yang tak pernah berubah : "Keabadian Cinta".

Nilai Cinta sejati , takkan pernah sebanding dengan permata sebesar gunung,

begitu juga halnya bening kesetiaan; takkan pernah sebanding dengan bening kilau permata.

Betapa rapuhnya Cinta yang didapat dari pasar pelelangan,

Cinta seperti ini kelak lahirkan senyum kepalsuan, peluk kemunafikan; dan kasih-sayang hampa.

Lebih baik aku meminum racun hatiku sendiri, daripada mendapatkan Cinta seperti itu.

Cinta harus dibeli dengan kekayaan yang lebih tinggi nilainya dari sekedar harta dunia,

Akan kupersembahkan pada kekasihku gerabah ketulusan jiwa,

Laksana bunga-bunga ,

kurangkai dan kurawat dirinya dengan jemari keikhlasan hati .

Kusiram dan kuhidupi ia ,

dengan air kehidupan; dan juga nafas hidupku.

Hartono Beny Hidayat 2001

Begitu banyak pergantian musim telah dilewati Satria, namun tanpa kehadiran Cinta; daun-daun harapannya helai demi helai jatuh berguguran, kuncup kebahagiaan tak lagi mau merekah, sebab cahaya kehidupannya telah lama tertutup mendung.

Cinta adalah buah perwujudan perasaan kasih yang tak mungkin dapat disembunyikan dari pohon induknya. Bagaikan musim semi, bunga-bunga cinta itu semakin merekah memenuhi taman-taman hati.



Siapakah yang yang dapat menyembunyikan rasa cinta dari hati seolah tak ada apa-apa yang terjadi pada dirinya selain ungkapan rindu ingin berjumpa?.



Seorang penyair akan menyatakan cintanya pada dunia. Dalam ketulusan jiwa ia rela terluka ataupun berkalang tanah untuk memuji dan membela kekasih hati dari orang-orang yang mencelanya. Kerumunan orang yang tak sengaja mendengarkan senandung rintihan hati sang penyair, akan ikut menangis bersama , seakan ikut menyelami palung kepedihan sang penyair yang cintanya terpasung dalam samudera keputusasaan.



Hubungan penyair dengan perempuan yang dikasihi terkadang membawa bara api perselisihan dan pertengkaran dengan keluarga kekasihnya. Mendapat luka akibat tertusuk panah beracun bisa dicari obat penawarnya, namun bila luka itu menanggung racun malu dan aib hendak kemana obat dicari; sejak saat itu laksana tubuh yang terpenjara kedua pecinta tak lagi leluasa untuk saling bersua, banyak mata telah mengawasinya dan kini si gadis telah terkurung rapat dalam sangkar emasnya .



Disaat kekuatan cinta telah memenjarakan hati, dan jarak telah memisahkan keduanya , ditempat kesunyian jiwa seperti itulah, akal dan perasaan yang berwujud bahasa hati; akan berbicara dengan hati lainnya.



Malam nan pekat boleh saja menyembunyikan pepohonan dan bunga ,

namun kegelapan tidak akan menyembunyikan dirinya dari jiwaku

Tiara boleh saja dikurung dalam sangkar emasnya,

Namun ku kan selalu menemani mimpi-mimpi dan keterjagaannya

ditiap pergantian malam

Diruang istana, Tiara- sang putri raja masih saja merenung , ia terus-menerus memikirkan hikmah dibalik semua perjumpaan serta mimpi-mimpinya, jemari kerinduan telah menggadaikan hati dan jiwanya, raganya telah teracuni madu cinta, sehingga wajahnya yang putih kini memucat pasi dan cahaya matanya-pun perlahan meredup laksana kegelisahan bulan dikala malam serta laksana kesedihan matahari diwaktu siang , sambil bersyair ia menuliskan suara hatinya pada secarik kertas.

“Wahai Pencuri hati, datanglah padaku ! ,

Tidakkah kau dengar rintih kerinduanku dikala malam?

Sampai kapan meski kutanggung derita ini,

Memanggul beban dunia - saat letih memanggil, masih bisa kubesandar,

Namun bila beban itu beban bathiniyah, meski kemana aku menyandar ?”

“Duhai kekasih , merindumu membuatku laksana kapal yang kehilangan arah, tenggelam dalam gelombang pusara Cinta, kini kekuatan kemudiku menjadi goyah, pandanganku menjadi kabur dan pendengaranku menjadi lemah.”….“Apabila engkau menganggap cinta itu pembebas, katakanlah padaku, dimanakah aku bisa dapatkan cinta seperti itu?”

“Kini hatiku tertawan oleh jaring-jaring cinta yang kau tebarkan kedalam hatiku, perlahan dan pasti engkau menghujam hatiku dengan busur panah cintamu- dengan itu semua ; tanpa memberikan obat atas luka-luka ku itu, kemudian engkau menghilangkan diri.”

“Bila air sungai kelak bermuara kelautan, sedang jiwaku hendak kemana ia berlabuh?

Oh, betapa pahitnya derita yang kini kutanggung !, sudikah kiranya engkau memikul beban derita ini bersama ? “

Begitulah adanya sebuah gambaran penderitaan Cinta dan bukanlah sebuah pasangan jiwa, jika sang pemuda tidak merasakan penderitaan yang sama seperti yang dialami oleh belahan hatinya, Ia pun berprilaku sama seperti yang dilakukan sang terkasih.

Sering pula ia berbicara pada bunga-bunga ditaman atau berlari menuju puncak berbukitan, sambil membicarakan perihal ratapan dan kesedihan hatinya terhadap sang pujaan. Berbagai tingkah aneh tersebut seakan mencerminkan -tidak adanya seorang manusiapun yang peduli terhadap permasalahannya .

Dunia dimana ia bernaung seakan menjadi sesuatu yang asing baginya, kini kehidupannya menjadi tak teratur, penuh nelangsa tanpa seseorangpun yang peduli terhadapnya. Badannya tampak kurus dan bajau dan rambutnya tampak kumal laksana dedaunan termakan ulat-ulat kesedihan.

Namun demikian, cinta yang merasukinya telah memberinya kekuatan untuk menghadapi segala cobaan dan musibah yang bertubi menghampirinya.

Tiada hari yang berlalu dari kehidupannya yang nelangsa selain lamunan indah tentang kekasih, tidak pula ada waktu yang dihabiskan selain menuliskan syair-syair yang berisi ratap kesedihan maupun pujian .

Airmata keputusasaan jatuh berderai dari pipinya seakan-akan hendak berbicara dengan hati lainnya, laksana sebuah genangan air yang menjadi kaca pemantul bagi kebahagian dan juga penderitaan hatinya.

“Duhai cinta”, katanya ….”Dalam ketersendirianku yang mencekam, laksana langit yang tak pernah mengenal bintang -gemintang, aku terkurung sepi dalam kehampaan. Sejak dirimu hadir dalam mimpi-mimpi malamku , jiwaku terguncang dengan hebatnya, seakan akal sehat ku telah hilang akibat memikirkan dirimu. Engkaulah keindahan yang telah membuatku selalu terjaga, sentuhan jemari kerinduanmu yang berapi -telah membangkitkan dan membuat jiwaku terbakar dalam tungku bara api keabadian“.

.“Duhai Tiara!….Demi cintaku padamu aku rela dianggap gila, demi berjumpa denganmu aku rela menyusuri bebukitan, menerjang badai dan menahan petaka.” …”Tak pernah aku merasa letih dalam harap, dan tak pernah aku merasa jemu menggubah syair-syair keriduanku untukmu ”

“ Ketika jaring-jaring cinta menyulam ruang hati, menembus bilik keberadaan,

membuncah kesunyian, menghenyak keheningan, menggetar lautan,

terjaga Sang jiwa dalam titian siang dan malam”

“ Disaat panah-panah cinta datang menyambut,

Aku relakan hati ini berdarah, Ku relakan hati ini terluka,

Aku binasa, Maka kematianku adalah suka-cita, Tangisku adalah mata air dahaga.



Bulan begitu cantik dalam naungan bintang-bintang, langit tampak begitu cerah; secerah hati kedua pecinta. Sebuah keindahan malam yang mengilhami Satria untuk menemui Tiara. Sembari melantunkan syair Satria berjalan menyusuri jalan kampung yang berliku menerabas hutan dan mengarungi sungai. Apapun rintangan yang menghadang, dengan sukarela ia taklukkan demi berjumpa dengan kekasih hati.

Seakan tidak pernah kehabisan akal, sang pecinta selalu saja mendapatkan jalan untuk bisa bersua untuk sang kekasih pujaan hati, meskipun didepannya menghadang berbagai aral serta rintangan , apalah daya tabir dan penjaga yang bersenjata serta tembok nan tinggi lagi kokoh, semua pastilah kan menjadi sia-sia belaka. Laksana pasir atau debu yang terbang berserak tertiup angin, semua pembatas-pembatas tersebut menjadi luruh tak berdaya seiring dengan bangkitnya rasa cinta yang hangat dari dalam kalbu kedua pecinta.

Satriapun berjalan menyusuri kegelapan dengan keyakinan dan semangat yang tinggi seolah ada sepasang sayap yang menghantarnya pada sang terkasih.

Setelah sampai didekat alun-alun istana, Satria memperlambat langkahnya terlihat beberapa pengawal sedang berkeliling menjaga tiap sudut bangunan istana. Sambil mengendap-endap, ia menyusup memasuki sebuah taman- yang tepat berada didepan kamar sang Putri. Diatas balkon istana Sang Putri terlihat menunggu dalam kegelisahan, tampak rambut panjangnya terurai diterpai semilir angin dan terlihat pula sepasang matanya yang indah berkaca-kaca dalam keharuan,…

“ Duhai betapa cantiknya ia” , bisik hati kecil Satria. Bulir airmata keharuan tampak menitik dari kelopak mata Sang dewi , seakan hendak berkata agar malam ini menjadi malam yang abadi, sebuah malam pertemuan yang tak berpisah untuk selamanya. Tak rela bila kekasihnya menangis, kemudian Satria bersyair untuk menenteramkan hati sang terkasih :

Duhai bulan dan bintang masih adakah senyum dihatimu?

Adakah gerangan nestapa dihatimu kini?…

“Duhai cinta yang terbakar...Bakarlah gelora hati dalam jiwa hingga berabu”...

“ Menangislah jika harus menangis ....Maka tangismu laksana lautan tinta kasih, yang mengisi mata penanya dengan senandung harapan- akan cinta dan anugerah “...

“Tiap usapan tangismu , baginya laksana tarian hati, tarian pena- yang bergerak dengan sendirinya pada secarik kertas keabadian “ ....

Setelah mendengar kata-kata Satria, sambil memalingkan wajah cantiknya- Sang Putri mengusap bulir-bulir airmatanya yang terjatuh, kemudian dengan suara lirih dan penuh keharuan, ia berkata :

“Kudapati Cinta merupakan yang wujud sekaligus ghaib,

Cinta adalah ramuan kesembuhan dan juga kematian” ...

“Bersama ketulusan hati , ia mengangkat , mengeringkan dan menyembuhkannya ,

atau bahkan melukainya kembali”...

Mendengar Tiara mengucapkan rangkaian syair nan menyentuh itu- Satria tersenyum, sambil memberi setangkai bunga mawar pada Tiara , kemudian Satria berkata :

“ Duhai Tiara !, Lihatlah batu ini dan lumut yang menutupinya, lebih baik bagimu menjadi lumut yang tak memiliki langit tuk berteduh , daripada menjadi batu permata yang sejak dari kelahirannya didekap keperkasaan gunung-gunung” .

“Apalah arti keindahan wujud baginya ?, Dan apalah arti kemilau cantik bagi dirinya- bila ia sendiri tak pernah merasakan sentuhan sinar kasih ataupun belaian lembut angin kehidupan “ . “Duhai kekasih hati, jangan pernah takut melangkah, buanglah keraguan diri ; karena dalam wujud cinta, segala macam bentuk keraguan adalah dosa kasihku “.

“ Lihatlah lumut ini dan belajarlah darinya, tidakkah kau lihat bahwa batu dan lumut itu beda, tapi lihatlah ia dengan setianya mendekap sang batu. “ Bagi dirinya mencinta adalah sebentuk pelayanan, mencinta adalah sebuah kebutuhan, mencinta berarti menghidupkan cita dan harapan” .

“ Demi orang yang dicintainya, ia rela terterpa panas dan hujan. Ia menyakini bahwa suatu waktu, sebongkah batu yang keras sekalipun- akan menjadi lunak karena sihir cinta”. “Apapun yang kau dengar tentang Cinta , apapun yang ingin kau katakan tentang wujudnya, ketahuilah bahwa inti Cinta itu sendiri adalah sebuah rahasia yang tak pernah terungkapkan” .

Adalah ketika kamu menitikkan air mata, maka dengan kebesaran cintanya ia tetap peduli terhadapmu.

Sebuah kekuatan abadi yang ketika kamu tidak mempedulikannya dan dia masih menunggumu dengan setia..

Ketulusan sejati adalah Saat Sang kekasih mulai mencintai orang lain dan dia masih bisa tersenyum sembari berkata 'Aku turut berbahagia untukmu‘…

Wahai sahabat-sahabatku... ijinkan aku tuk sedikit bercerita:

Karena ia hanya ingin menceritakan apa yang ingin ia keluarkan dan ia rasakan.Seperti halnya tangisan, keluar begitu saja walau ia berusaha sekuat mungkin untuk menahannya.

Ia hanya ingin bercerita pd kalian tentang pengalamannya akan kesunyian, kesedihan, harapan dan juga .........aku tanya kepadanya, perihal makna yang terkandung dari titik-titik ini, namun ia bersikeras tak mau menjawabnya.

Namun yang aku tahu ia bagaikan laba-laba penenun, yang menyulam imajinasinya dengan realitas kehidupan. Saat ia telah kehabisan serat benangnya yang terakhir, maka ia menenun dengan ukiran airmatanya, ketika airmatanyapun telah mengering, maka ia berusaha merajutnya kembali dengan lembaran serabut pembuluh tubuhnya.

Lalu ada dimana benang-benang itu tak pernah habis walau ia telah memakainya berjuta-juta kaki jauhnya.Ketika aku tanya padanya perihal benang ajaib itu, ia menjawab sederhana :

' Pikiran dan kehendak bebas! '

Maafkan Bunda ya, Nak...
Sabtu, 10-01-2009 07:07:45 oleh: Kusriati
Kanal: Sastra
Matamu terpejam terlelap dalam buaian malam

Pasrah, tak berdosa tak berdaya

Maafkan bunda ya, Nak

Atas teriakan keras bunda tadi pagi saat kau merengek

Menginginkan bunda tetap ada disampingmu

Bunda harus bekerja, nak

Menambah rupiah demi rupiah untuk sekadar menyambung kebutuhan kita

Kelak, pada waktunya kau akan tahu

Bahwa semua yang kita dapat tak begitu saja jatuh dari langit

Seperti dongeng yang seringkali kau dengar

Maafkan Bunda ya, nak

Atas cubitan gemas Bunda saat kau menumpahkan air minum diatas paper work yang baru selesai bunda kerjakan semalaman

dan matamu memandang bunda penuh ketakutan

tanganmu berusaha meraih tangan Bunda untuk sekadar mendapat kata maaf

Tapi saat itu Bunda marah,

Kesabaran Bunda melayang entah kemana

Dan Bunda abaikan tatapan maafmu

Wajah bersalahmu.. rona sedihmu…

Maafkan Bunda ya, nak

Ketika sore itu, sepulang Bunda bekerja kau merajuk

Minta ditemani menata lego menjadi sebuah istana megah impianmu

Lalu bunda marah saat kau lempar mainanmu

Tanpa Bunda sadari betapa seharian kau menunggu Bunda di rumah

Dan sebelum terlelap tadi,

Bibirmu yang mungil mencium Bunda

Mengucapkan selamat tidur dan berkata “Bunda, aku sayang sekali sama Bunda…”

Dan bibir Bunda kelu sekali Mata bunda hanya mengembun Ah, sayang… andai Bunda dapat menebus

Semua kesalahan yang pernah Bunda lakukan padamu di hari kemarin…?

Andai ada hal terbaik yang mampu Bunda lakukan untukmu…?

Bunda masih punya kesempatan itu kan?

Puisi Terbaru KenzT
Laksmi
February 9th, 2009
Lama sudah saya tidak menuliskan puisi, entah itu tentang cinta atau tema lainnya. Berikut ini saya tuliskan sebuah puisi cinta baru untuk pembaca setia anggrekbiru.com. Puisi berikut ini bercerita tentang seorang kekasih yang tak dapat melupakan mantan kekasihnya meski waktu sudah memisahkan mereka cukup lama. Sang kekasih masih berharap bahwa Ia masih diberikan kesempatan untuk kembali lagi dengan mahkota hatinya di suatu waktu nanti. Selamat menikmati puisi baru Kenzt ini. (more…)

Cinta Putih
January 22nd, 2009
Ada bayang yang tak pernah pergi
Ada nama yang s’lalu mendiami
serta seutas wajah yang menerangi
Pada hati…bangkitkan semangat diri
tuk lalui hari-hari

Meski kutau bagiku takkan mungkin lagi ada dirimu
Tetap saja kubiarkan engkau mendiami seluruh taman asa
di antara kuntum bunga mawar yang pernah ada diantara kita
Merekah indah diantara ‘harap dan nyata’

Ada keyakinan yang tak terbeli
Oleh ribuan hari-hari penantian hati
Susuri hidup… walau tertatih seorang diri
dan kau tetap disana, diami sudut paling sunyi
dan suci…

Puisi-puisi Dian Hartati

www.TPGImages
/Kamis, 27 November 2008 | 18:59 WIB
Lelaki Hujan

tibatiba kau menjemputku dalam perjalanan pulang
ketika sore berubah mendung
dan jalanan hanya menyisakan bayangan pohonpohon cemara

langkahku masih saja tersaruk
mendapati mimpi yang jadi nyata
kau dan rupamu menjelma sore itu
jadi hujan yang dikirim tuhan
mendatangi aku yang selalu berjalan sendiri

kau membawa angin imaji
yang luruhkan semua rinduku
bagi lelaki yang selalu datang dan pergi
kau hadir dengan ribuan cerita
tentang anakanak hujan yang membasahi tubuhku
gigil sore yang menghangatkan

lalu kita berjalan bersama
bercerita tentang perjalanan air
muaramuara tempat singgah
dan ceruk rahasia yang telah kita buat

kau lelaki hujan
datang memberikan warna di hatiku
setelah abadabad muram
tanpa gemuruh dan menyisakan kenangan biru yang ranum

datang menjelma hujan di soreku yang sibuk

SudutBumi, November 2007

Melamin

kuiringkan langkah menuju sebuah ruang
sedang keraguan terus membidai
kutelusuri makna lantai
apakah yang akan kutemui
degup jantung ini terus tak menentu

aku perajut hari yang sunyi
meniti setiap hati
menyunggi setiap harapan
hingga sebuah ruang kupilih
sebagai penanda waktu

di muka pintu kutemukan siluet
adakah gemetar tubuhmu akan kurasakan
ketika malam menyusup bisu
apakah gemulaimu akan kutandaskan
sedang hujan selalu tak dapat menentukan arah

inilah waktu
musim yang mencocokkan
setiap gerak yang berbeda
tumit yang merangkum sebentuk rasa

SudutBumi, 2007

Sebuah Wajah

pu, aku mencintai sebentuk wajah
yang tergurat dari rupamu

ketika pertemuan hanya menyisakan
batas angan
aku tergeragap
karena kau begitu saja membuatku berdebar

aku masih ingat, pu
sore itu
langit bandung begitu anggun
jalanan begitu teratur

dan aku begitu menikmati wajahmu
di balik etalase
sebuah beranda telah memenjarakan ruang gerak kita

pu, aku ingin mengulangi peristiwa itu
ketika kau mencermati wajahku
dan menuangkannya di sebuah kanvas

sebuah wajah yang diliput kecintaan

kau tahu, pu
aku baru saja memerdekakan sebuah luka
dan kau hadir tanpa kuduga

mencerahkan cakrawala yang hendak kubentangkan

sebuah perayaan tercipta sore itu
kau yang berkawan angin
dan aku yang diliput bahagia

pu, aku mencintai sebentuk rupa
yang kau guratkan di wajahku

SudutBumi, November 2007

Pertarungan

selamat datang wahai lelaki
penuhi empat penjuru angin dengan langkah gempita
ikat kuat cemeti itu di pinggangmu
agar tarian ini membentuk formasi akurat
dan bidang dadamu yang telanjang
telah siap untuk mewarnai angkasa dengan
semburat merah darah
siapkan kudakuda agar liuk tubuhmu kuat
menghasilkan aroma memikat
ciptakan kekuatan yang akan guncangkan cakrawala
di sore laknat

lihat kanan dan kiri
setiap saat matamata itu siap memangsa
detik waktu siap mencengkram tubuh
pikirkan sebuah strategi
agar kau memenangkan sayembara ini
wajahwajah kaku saling memercik amarah
adakah dendam yang dihamilkan waktu
atau genta yang telah bertabuh dan saling membisikkan
kebinasaan

ambil cambuk itu
lecutkan waktu
dan pecahkan segera dendam
biar habis segala prasangka

lelaki, apakah kau memerlukan pertolongan
dewadewa akan segera datang
karena sesaji telah dilarung tadi malam
dengarkan suara yang datang dari utara
kau tidak sendiri
kau takkan tersesat
tersebab waktu telah memilihmu sebagai panglima
penjaga kepalakepala singa
hentakkan langkahmu
sekarang
atau kematian memilihmu
sebagai senja temaram

enambelas kaki kuda mengepung
tubuhmu tak lagi berdaya
senyummu hilang dalam tabir melayang

kau kembali mengitung
delapan arah angin begitu murung
dan tubuhmu hanya anyir
selepas bertarung

SudutBumi, Desember 2007

Lelaki Badai

tiupkanlah anginmu
yang akan menumbangkan segala gelisah

hanya ketika datang malam
kau hadir
meringkus tidurku yang lelap
berusaha menemani dari jarak terjauh

tidakkah kau ingat
sebuah ranjang telah basah
oleh keringat amukmu
sebuah gelas telah kau tandaskan isinya
berkalikali menciumi sesuatu yang tak terjamah

masih kurasakan hela nafasmu yang lelah
karena siang selalu saja menjauhkan kita

tentu saja aku cemburu pada angin yang selalu membawamu pergi
aku kalap ketika suaramu tak juga menyapa
hingga di sebuah pagi kau pergi tak kembali

meninggalkan sisa badai yang masih bergemuruh di hati
menyisakan sedikit harapan

rangkaian
perjalanan yang sempat membuatku mabuk
lalu merasakan kecewa

SudutBumi, November 2007

Orangorang Berpayung

selepas bersepakat dengan matahari
kami bergegas ke kota
berjalan menyusuri setapak sepi

tersebab listrik belum menjangkau
kami harus membenahi semua siang hari
merapikan hidup yang serba rumit
karena kami sadar
jelujur yang kami pijak adalak milik semesta

di tempat ini tak ada cahaya
selain matahari sang juru penghangat

walau temaram datang
itu hanya milik malam
yang diterangi bulan

kami selalu gegas
ketika kota yang didatangi hanya menyeringai
begitu asing
tak mengenal wajahwajah kami

sebab kami membutuhkan segala sandang
segala pangan
dan segala perabot

selalu kami bersepakat dengan matahari
agar hujan tak datang
melincirkan setapak jalan

kami pun tetap diam
ketika kematian demi kematian
datang beriringan
memaku setiap petak tanah merah

SudutBumi, Desember 2007

19 November 2007

//kejadian pagi

baru saja aku duduk tenang di kursi
diam menghikmati jejak pembicaraan semalam
tersadar ada sesuatu yang salah
semisal pembicaraan tentang hati
perjalanan kasih ambigu

pesan darimu datang juga
dikirimkan dan terbaca melalui layar ponsel
tentang samar peristiwa

ketika aku memaksamu untuk sebuah pertemuan
ketika rinduku tak dapat lagi kupendam
dan aku hanya ingin bercakap denganmu

sebuah pesan
tumbuh menjadi gundah di hati

tibatiba kau ingin pergi
meninggalkan semua yang masih samar

ingatkah kau,
kita belum sempat menikmati malam bersama
kita belum sempat memandang bulan
dari tempat yang berbeda
kau di kotamu
dan aku di kota lahirku

betapa
waktu semakin memanjang
memperjelas perbedaan


//kejadian sore

aku ingin mencarimu
di sudutsudut mall
barangkali etalase yang kujumpai
menghadirkan bayang dirimu

menyusuri koridor yang berbeda
memaku angkuh pada setiap cakrawala
kau tak ada, yang tersisa hanya kenangan

tak kuduga,
cakrawala anggun di ujung menara
memunculkan dirimu sebagai lelaki hujan
datang hanya di waktuwaktu tertentu
meninggalkan jejak di singgung temu


//kejadian luar biasa

sudahlah, aku tak ingin menyimpan luka
yang ada hanya kecewa
dan diamdiam aku menemukan sosok lain
ia sedang menatap tubuh layuku

di beranda
ketika angin tak lagi merindu
aku tengah mencermati seseorang terduduk
tangannya lincah menggoreskan siluet tubuh

apakah dia dikirimkan langit untukku
matanya masih saja jalang
menembus cakrawala senja
bercampur biru
bercampur merah sumba


SudutBumi, Desember 2007

Akolade

bolehkah aku memanggil namamu
sebuah nama yang akan mengawangkan diri
dalam senyap malam kelam
ketika jeruji pagi mengekalkan waktu pisah
jika memang sementara
sanggupkah aku melupa namamu

katakan semua dalam haru rindu
jalanjalan penuh kenang
petak cahaya yang menyilaukan
maukah kau berbagi sapaan
sekadar mengingatkan
paruh waktu adalah perjalanan pulang
tak ada lagi jembatan penyangga
jam pasir
kedap suara
lamunan hanya melambungkan nama

jangan larang aku untuk menyimpan sebuah nama
dalam ingatan yang makin lamur
selarik harapan masih saja digumamkan
inikah perjumpaan itu

langgam mengosongkan alur cerita
dan kamu adalah tokoh utama dalam kenanganku

jangan palingkan wajahmu
ketika aku mengharap anggukanmu
juga saat senja datang menjemput segala
sesal karena siang membawa namamu

tak kembali
seolah kampung yang patah akibat goncangan
sebab namamu tak hampa lagi dalam ingatan

bolehkah aku memanggil namamu
menjaga rindu untukmu
walau semua takkan kembali

SudutBumi, Maret 2007

Tubuhku dalam Percintaan Platonik

takkan kau temui sisa jelaga dalam tubuhku
hanya periuk bersandar di tubir duha
suci tak tersentuh

mengumbar kidung milik leluhur
agar kau ingat
aku adalah perempuan pertama setelah ibu
semang yang hadir di lesung pipi

jangan berharap
karena tubuh akan selalu merajah alir darah
agar kau tak sempat melupa

setiap sudut waktu
akan menemani menuju muara

lihat lebih dalam
karena setiap hentakkan
membuat lena
tipisnya angin membawa manis tubuh
menoreh roman kecintaan

jika bungkam kupilih
itu pertanda
usai segala bias

dan tubuhku
tetap kukuh menanti tubuh yang lain

SudutBumi, Maret 2007

Semenanjung Muria

kau rasakan pijak mimpimu di tanah ini
serombongan orang datang membawa bencana
menanamkan benihbenih panas udara

lihatlah, karangkarang meradang
ikanikan meracau di tanah leluhur
sepertinya siasat kata tak menjawab gelisah
sembilu menghunjam dasar bumi yang murung

pernahkah kau mendengar kisah jenaka di chernobyl
kisahkisah di tempat lainnya
pernahkah kau pikir betapa lucunya menanam luka
menernak gelisah di benak penderma

tanah adalah sebuah pengharapan
tempat para sunan merecup kedamaian
singgah dan rasakan geletar bumi
di sini ikanikan itu tak ingin bermutasi

September 25, 2008
Jalan Hidupku
Posted by W.W. under Puisi



Ketika kelopak mata terbuka

Aku belum menyadari bahwa hidupku seperti ini

Kesadaran ini baru muncul ketika bibirku tidak pernah kugunakan untuk menyebut kata “Bunda” dan “Ayah”

Karena aku memang tidak pernah dipertemukannya



Kadangkala rasa iri memenuhi hatiku

Kala disekitarku kudengar sebutan “Bunda” dan “Ayah”

Karena kutahu aku tidak tahu kepada siapa aku harus memanggil “Bunda” dan “Ayah”

Rupanya Tuhan mempunyai rencana lain dengan kehidupanku

Aku harus hidup tanpa ada Bunda dan Ayah yang selalu membimbingku

Mengusap kepalaku dikala aku merindukannya atau memelukku ketika aku merasa sendiri



Semua aku jalani dengan penuh keikhlasan, karena Tuhan telah mentakdirkanku seperti ini,

Kenapa aku harus menolaknya, kalau ini bagian dari rencana Tuhan

Ini sebuah anugerah bagiku karena Tuhan mempercayaiku untuk hidup mandiri hidup dengan penuh perjuangan

Aku percaya karena aku tidak sendiri

Tangan-tangan dermawan penuh perhatian selalu menemaniku

Sekalipun kedatangannya tidak selalu dalam waktu yang kuharapkan

Namun pastinya sangat mengobati keheningan dalam hidupku



Ya Tuhan

Engkau tidak pernah tinggalkanku

Engkau selalu memberikan sesuatu dengan jalanMu

Karena memang Engkau Maha Bijak

Kau simpan bagian dari cita-citaku, untuk pada saatnya engkau anugerahkan padaku

Terima kasih Tuhan karena Engkau telah menggerakkan tangan-tangan dermawan membantuku mewujudkan cita-citaku

Semoga tangan-tangan ini tak pernah jenuh untuk selalu menggenggam tanganku dan tangan-tangan saudaraku

Limpahkanlah kemuliaan bagi tangan-tangan dermawan ini dan perkenankanlah doaku

Amien



Puisi ini adalah kenang-kenangan dari adik-adik yayasan maleo-sabilul muttaqien, Bintaro yang mengiringi kepulangan kami setelah sejenak kita bertemu,bermain, bercanda, belajar dan berbagi tentang sedikit pengalaman hidup kita masing-masing….puisi ini begitu meruntuhkan ke-aku-an kami dan melekat terus dalam pikiran hingga detik ini….terima kasih telah memberikan sentuhan yang indah untuk jiwa kami yang telah lama kering akan makna hidup ini…bukan kalian yang belajar dari kami tetapi kami yang belajar dari kalian….terima kasih adikku sayang…

Puisi
Archived Posts from this Category


February 9, 2009
@
Posted by W.W. under Puisi
[2] Comments
Tersurut

Hingga ke sudut



Terjengkang

jauh ke belakang



tak pernah berhenti

Setapak demi setapak

Melangkah ke depan



Hingga kering

Luka itu



Dan pijakan kakimu

Sekokoh hatimu




W.W. 09/02/09




January 28, 2009
‘tuk mu
Posted by W.W. under Puisi
No Comments

Diam tapi seperti berlari

Berlari namun masih tetap diam



Bumi tempat berpijaknya kaki

telah tergantikan oleh awan



Walau pahit ketika mengatakan

Mungkin ini adalah prosesnya

Hingga saatnya darah yang tertumpah

Mengalir menjadi air yang menyirami akar-akar yang kering

Yang menumbuhkan pucuk-pucuk hijau

Yang siap menggantikan daun-daun yg kering dan berguguran





W.W. 29/01/09






January 23, 2009
Waaaa….
Posted by W.W. under Puisi
1 Comment
Tak ada ide

Tak mengerti kenapa

Hanya ada waaaa…. saja



Lalu kukatakan saja

Waaaaaa….

Berkali-kali

Biar hidup lebih

Waaaaa….



Akhirnya,

Waaaaaa….saja





W.W. ketika Waaa… datang

23.01.09